BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa hadir dimana-mana, mengantarai
hubungan kita dengan orang lain. Jelaslah bahwa masyarakat tidaklah mungkin
tanpa bahasa. Demikian terbiasanya dengan bahasa hingga manusia cenderung
menganggapnya biasa-biasa saja. Banyak orang, bahkan yang berpendidikan
sekalipun, kurang memahami hakikat yang sebenarnya. Secara berangsur-angsur,
para ilmuwan bahasa semakin menghayati alat komunikasi yang ampuh ini. Penting
penghayatan akan bahasa ini banyak alasannya, diantaranya banyak persoalan
tentang bahasa, ada masalah yang berkaitan dengan disiplin ilmu, dan pengertian
akan hakikat kodrat bahasa penting bagi siapa saja.Keanekaragaman struktur bahasa dan unsur-unsur kebahasaan merupakan
sesuatu yang sangat komplek dan sulit dipahami.
Sekarang ini dalam kehidupan sehari-hari banyak masyarakat
Indonesia yang memakai bahasa Indonesia, tetapi ucapan dari daerahnya terbawa,
misalnya dengan intonasi Batak, Sunda, Jawa, atau Makasar. Hal tersebut
dikarenakan kebiasaan dari kecil yang mengajarkan bahasa Indonesia dengan
campuran bahasa daerahnya.
Mempelajari struktur morfologi dan fonologi bahasa
Indonesia, dapat menjadikan pemahaman terhadap pemakainan bahasa Indonesia yang
baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari, juga dapat bermanfaat dalam
pembinaaan kemampuan bahasa siswa sehingga logat daerah tidak tercampur dengan
bahasa Indonesia.
Sehubungan dengan hal tersebut maka makalah ini berisi
penjelasan lebih lanjut tentang struktur fonologi dan morfologi bahasa
Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah
pengertian fonolog, morfologi, dan sintaksis bahasa indonesia?
2. Apakah
jenis struktur fonologi, morfologi,dan sintaksis bahasa indonesia?
3. Bagaimanakah
uraian tentang struktur fonologi, morfologi,dan sintaksis bahasa indonesia?
C.
Tujuan
4. Mengetahui
pengertian fonologi, morfologi, dan sintaksis bahasa indonesia.
5. Mengetahui
jenis struktur fonologi, morfologi, dan sintaksis bahasa Indonesia.
6. Mengetahui
uraian tentang struktur fonologi, morfologi, dan sintaksis bahasa indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Struktur Fonologi
Fonologi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(1997) dinyatakan bahwa fonologi adalah bidang dalam linguistik yang
menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut fungsinya. Dengan demikian fonologi
adalah merupakan sistem bunyi dalam bahasa Indonesia atau dapat juga dikatakan
bahwa fonologi adalah ilmu tentang bunyi bahasa.Fonologi dalam tataran ilmu
bahasa dibagi dua bagian, yakni:
1. Fonetik
Fonetik
adalah ilmu bahasa yang membahas bunyi-bunyi bahasa yang dihasilkan alat ucap manusia,
serta bagaimana bunyi itu dihasilkan.
Macam-macam fonetik :
a) fonetik
artikulatoris yang mempelajari posisi dan gerakan bibir, lidah dan organ-organ
manusia lainnya yang memproduksi suara atau bunyi bahasa.
b) fonetik
akustik yang mempelajari gelombang suara dan bagaimana mereka didengarkan oleh telinga manusia.
c) fonetik
auditori yang mempelajari persepsi bunyi dan terutama bagaimana otakmengolah data yang masuk
sebagai suara.
2. Fonemik
Fonemik
adalah ilmu bahasa yang membahas bunyi – bunyi bahasa yang berfungsi sebagai
pembeda makna. Fonemik mempelajari dan menyelidiki kemungkinan-kemungkinan,
bunyi-ujaran yang manakah yang dapat mempunyai fungsi untuk membedakan arti.
Fonem adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang bersifat
fungsional, artinya satuan memiliki fungsi untuk membedakan makna. Fonem tidak
dapat berdiri sendiri karena belum mengandung arti.
Fonemisasi adalah usaha untuk menemukan bunyi-bunyi yang berfungsi
dalam rangka pembedaan makna tersebut.
Fonem berbentuk bunyi. Misalkan dalam bahasa Indonesia bunyi /k/ dan /g/ merupakan dua
fonem yang berbeda, misalkan dalam kata "cagar" dan
"cakar". Tetapi dalam bahasa Arab hal ini tidaklah begitu. Dalam
bahasa Arab hanya ada fonem /k/.
Sebaliknya dalam bahasa Indonesia bunyi /f/, /v/ dan /p/ pada
dasarnya bukanlah tiga fonem yang berbeda. Kata provinsi apabila dilafazkan sebagai
[propinsi], [profinsi] atau [provinsi] tetap sama saja.
Fonem tidak memiliki makna, tapi dapat membedakan makna. Misalnya
saja fonem /l/ dengan /r/. Jika kedua fonem tersebut berdiri sendiri tidak akan
ditemukan makna. Akan tetapi lain halnya
jika kedua fonem tersebut di gabungkan dengan fonem lainnya seperti /m/, /a/, dan /h/, maka
fonem /l/ dan /r/ bisa membentuk makna /marah/ dan /malah/. Bagi orang Jepang
kata marah dan malah mungkin mereka anggap sama karena dalam bahasa mereka
tidak ada fonem /l/.
Terjadinya perbedaan makna hanya karena pemakaian fonem /b/ dan
/p/ pada kata tersebut. Contoh lain: mari, lari, dari, tari, sari, jika satu unsur diganti dengan unsur lain maka akan membawa akibat
yang besar yakni perubahan arti.
Tabel di bawah ini akan menjelaskan tentang perbedaan antara fonem dan huruf.
Jumlah Fonem
|
Susunan Huruf
|
Jumlah Huruf
|
4
|
Adik
|
4
|
4
|
Ingat
|
5
|
4
|
Nyanyi
|
6
|
5
|
Pantai
|
6
|
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian antara
fonem dan huruf (grafem) berbeda. Fonem adalah satuan kebahasaan terkecil
sedangkan huruf sedangkan grafem adalah gambaran dari bunyi (fonem) dengan kata
lain huruf adalah lambang fonem.
B. Sistem
Fonologi dan Alat Ucap
Dalam bahasa Indonesia, secara resmi ada 32 buah fonem yang terdiri
atas:
1.
fonem vocal (6 buah), yaitu /a/,
/e/, /i/, /o/, /u/, / /.
Berdasarkan
gerakan lidah ke depan dan ke belakang, vokal dibedakan atas :
a. vokal
depan, terdiri dari /i/ dan /e/,
b. vokal
tengah, terdiri dari /a/ dan / /,
c. vokal
belakang, terdiri dari /o/ dan /u/.
Berdasarkan
tinggi rendahnya gerakan lidah, vokal dibedakan atas :
a. vokal
tinggi, terdiri dari /i/, dan /u/,
b. vokal
madya, terdiri dari /e/,/a/, dan /o/,
c. vokal
rendah, terdiri dari /a/.
Berdasarkan
bundar tidaknya bentuk bibir, vokal dibedakan atas :
a. vokal
bundar, terdiri dari /a/, /o/, dan /u/,
b. vokal
tak bundar, terdiri dari /e/, /a/, dan /i/.
Berdasarkan
renggang tidaknya ruang antara lidah, vokal dibedakan atas :
a. vokal
sempit, terdiri dari/ i/, dan /u/,
b. vokal
lapang, terdiri dari /a/, /e/, dan /o/.
2.
fonem diftong (3 buah), ialah /ay/,
/oy/, /aw/.
3.
fonem konsonan (23 buah).
Klasifikasi
konsonan dibedakan atas :
a. Konsonan
bibir (bilabial), terdiri dari /p/, /b/, dan /m/.
b. Konsonan
bibir gigi (labiodental), terdiri dari /f/, /v/, dan /w/.
c. Konsonan
gigi (dental), terdiri dari /t/, /d/, /s/, /z/, /l/, /r/, dan /n/.
d. Konsonan
langit-langit (palatal), terdiri dari /c/, /j/, /s/, /y/, dan /n/.
e. Konsonan
langit-langit lembut (velar), terdiri dari /g/, /k/, /x/, dan /j/.
f. Konsonan
pangkal (laringan), terdiri dari /h/.
Selain
itu, klasifikasi lain konsonan adalah :
a. Konsonan
letupan atau eksplosif, apabila aliran udara tertutup rapat, konsonan yang
dihasilkan adalah /p/, /t/, /c/, /k/, /b/, /d/, /j/, dan /g/.
b. Konsonan
gerseran atau spiran, apabila aliran udara masih bisa keluar dalam aliran yang
demikian sempit, konsonan yang muncul adalah /f/, /s/, /z/, dan /x/.
c. Konsonan
sengau atau nasal, jika udara keluar sebagian melalui hidung, konsonan yang
muncul adalah /m/, dan /n/.
d. Konsonan
lateral, kalau uadara yang keluar melalui bagian kiri dan kanan lidah serta
mengenai alur gigi, konsonannya adalah /l/.
e. Konsonan
getar, bila terjadi letupan berturut-turut, konsonannya adalah /r/.
Ada
juga yang dinamakan konsonan bersuara dan konsonan tak bersuara. Konsonan
bersuara terjadi karena bergetarnya selaput suara: /b/, /m/, /w/, /d/, /n/,
/z/, /j/, /g/, /x/, dan /y/, sedangkan yang tidak besuara adalah konsonan yang
terjadi tanpa bergetarnya selaput suara: /f/, /t/, /s/, /c/, /k/, /h/, /r/, dan
/l/.
Fonem-fonem dihasilkan karena gerakan organ-organ bicara
terhadap aliran udara dari paru-paru sewaktu seseorang mengucapkannya. Jika
bunyi ujaran yang keluar dari paru-paru tidak mendapat halangan, maka bunyi
atau fonem yang dihasilakn adalah vokal. Fonem yang dihasilkan tergantung
beberapa hal berikut:
1. posisi
bibir,
2. tinggi
rendahnya lidah, dan
3. maju
mundurnya lidah.
Alat ucap dibagi menjadi dua macam, yaitu :
1. Artikular
Artikular
adalah alat-alat yang dapat digerakkan atau digeser ketika bunyi diucapkan.
2. Titik
Artikulasi
Titik
Artikulasi adalah titik atau daerah pada bagian alat ucap yang dapat disentuh
atau didekati. Beda artikulasi dan titik artikulasi adalah jika artikulator berada
dibagian bawah rongga mulut, maka titik artikulasi berada di bagian atas rongga
mulut.
Selanjutnya,
jika bunyi ujaran ketika udara ke luar dari paru-paru mendapat halangan, maka
terjadilah bunyi konsonan. Halangan yang dijumpai mecam-macam, ada halangan
yang bersifat seluruhnya, dan ada pula yang sebagian, yaitu menggeser atau
mengadukkan arus suara sehingga menghasilkan konsonan bermacam-macam pula.
C. Kedudukan
Fonologi dalam Cabang-cabang Linguistik
Sebagai bidang yang berkonsentrasi dalam diskripsi dana
analisis bunyi-bunyi ujar, hasil kerja fonologi berguna bahkan sering
dimanfaatkan oleh cabang-cabang linguistik yang lain, misalnya morfologi,
sintaksis, dan semantik.
1. Fonologi
dalam cabang morfologi
Bidang
morfologi yang konsentrasinya pada tataran struktur internal kata, sering memanfaatkan hasil studi fonologi,
misalnya ketika menjelaskan morfem dasar {butuh} diucapkan secara bervariasi
antara {butUh} dan {bUtUh}, serta {butuhkan} setelah mendapat proses morfologis
dengan penambahan morfem sufiks {-kan}.
2. Fonologi
dalam cabang sintaksis
Bidang
sintaksis yang berkonsentrasi pada tataran kalimat, ketika berhadapan dengan
kalimat kamu berdiri. (kalimat berita), kamu berdiri? (kalimat
tanya), dan kamu berdiri! (kalimat perintah), ketiga kalimat
tersebut masing-masing terdiri dari dua kata yang sama, tetapi mempunyai maksud
yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat dijelaskan dengan memanfaatkan hasil
analisis fonologis, yaitu intonasi, jedah, dan tekanan pada kalimat yang
ternyata dapat membedakan maksud kalimat, tetutama dalam bahasa Indonesia.
3. Fonologi
dalam cabang semantic
Bidang
semantic, yang berkonsentrasi pada persoalan makna katapun, memanfaatkan hasil
telaah fonologi. Misalnya dalam mengucapkan sebuah kata dapat bervariasi, dan
tidak. Contoh kata {tahu}, dan {tau} akan bermakna lain. Sedangkan kata duduk
ketika diucapkan secara bervariasi {dudUk}, dan {dUdUk}, tidak membedakan
makna. Hasil fonologislah yang membantunya.
D.
Struktur Morfologi
1. Pengertian Morfologi
Menurut
Verhaar (1984) morfologi adalah bidang linguistik yang mempelajari susunan
bagian kata secara gramatikal. Sedangkan Kridalaksana (1984) berpandapat bahwa
morfologi adalah a) bidang linguistik yang mempelajari morfem dan
kombinasi-kombinasinya; b) bagian dari struktur bahasa yang mencakup kata dan
bagian-bagian kata, yaitu morfem. M. Faisal (2009) menyatakan bahwa morfologi
merupakan bagian dari tata bahasa, yang membahas tentang bentuk kata. Jadi morfologi adalah bidang linguistik
yang mempelajari hubungan antara morfem yang satu dengan morfem yang lain untuk
membentuk sebuah kata.
2. Morfem
Sedangkan
morfem adalah bentuk bahasa yang terkecil yang tidak dapat lagi dibagi menjadi
bagian-bagian yang lebih kecil, misalnya kata sutra jika dibagi menjadi su dan
tra, bagian-bagian itu tidak dapat lagi disebut morfem karena tidak mempunyai
makna. Demikian juga me- dan -kan tidak dapat dibagi menjadi bagian yang lebih
kecil (Badudu, 1985).
Berdasarkan
kriteria tertentu, kita dapat mengklasifikasikan morfem menjadi beberapa jenis.
Penjenisan ini dapat ditinjau dari dua segi, yaitu hubungannya dan
distribusinya (Samsuri, 1982; Prawirasumantri, 1985). Penjelasannya sebagai
berikut :
a. Ditinjau
dari hubungannya
Terdiri
dari :
1) Hubungan
struktur
Menurut hubungan struktur dapat
dibagi menjadi tiga, yaitu :
a) Morfem
yang bersifat adiktif (tambahan) adalah morfem-morfem umumnya terdapat pada semua
bahasa, seperti pada urutanputra, tunggal, -nya, sakit. Unsur-unsur
morfem tersebut tidak lain penambahan yang satu dengan yang lain.
b) Morfem
yang bersifat replasif (penggantian), yaitu morfem-merfem berubah bentuk atau
berganti bentuk dari morfem asalnya. Perubahan bentuk itu disebabkan oleh
perubahan waktu atau perubahan jumlah. Contoh morfem replasif ini terdapat
dalam bahasa Inggris.
c) Morfem
bersifat substraktif (pengurangan), misalnya dalam bahasa Perancis, terdapat
bentuk adjektif yang dikenakan pada bentuk betina dan jantan secara
ketatabahasaan. Perhatikanlah bentuk-bentuk berikut !
Betina
|
Jantan
|
Arti
|
/fos/
/bon/
/sod/
/ptit/
|
/fo/
/bo/
/so/
/pti/
|
Palsu
baik
panas
kecil
|
2) Hubungan
posisi
Dilihat dari hubungan posisinya,
morfem dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
a) bersifat
urutan
Contoh morfem yang bersifat urutan terdapat pada kataberpakaian,
yaitu /ber-/+/-an/. Ketiga morfem itu bersifat berurutan karena yang satu
terdapat sesudah yang lainnya.
b) bersifat
sisipan
Contoh morfem yang
bersifat sisipan dapat dilihat dari kata /telunjuk/. Bentuk tunjuk merupakan
bentuk kata bahasa Indonesia di samping telunjuk. Kalau diuraikan
maka akan menjadi /t…unuk/+/-el-/.
c) bersifat
simultan
Morfem simultan atau disebut pula morfem tidak langsung
terdapat pada kata-kata seperti /kehujanan/, /kesiangan/, dan sebagainya.
Bentuk /kehujanan/ terdiri dari /ke…an/ dan /hujan/, sedangkan /kesiangan/
terdiri dari /ke…an/ dan /siang/. Bentuk /ke-an/ dalam bahasa Indonesia
merupakan morfem simultan, terbukti karena bahasa Indonesia tidak mengenal
bentuk /kehujan/ atau /hujanan/ maupun /kesiang/ atau /siangan/. Morfem
simultan itu sering disebut morfem kontinu (discontinuous morpheme).
b. Ditinjau
dari distribusinya
Ditinjau
dari distribusinya, morfem dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu :
1) Morfem
bebas
Menurut Santoso (2004), morfem bebas
adalah morfem yang mempunyai potensi untuk berdiri sendiri sebagai kata dan
dapat langsung membentuk kalimat. Dengan demikian, morfem bebas merupakan
morfem yang diucapkan tersendiri; seperti: gelas, meja, pergi dan sebagainya.
Morfem bebas sudah termasuk kata. Tetapi ingat, konsep kata tidak hanya morfem
bebas, kata juga meliputi semua bentuk gabungan antara morfem terikat dengan
morfem bebas, morfem dasar dengan morfem dasar. Jadi dapat dikatakan bahwa
morfem bebas itu kata dasar.
2) Morfem
terikat
Menurut Santoso (2004), morfem
terikat merupakan morfem yang belum mengandung arti, maka morfem ini belum
mempunyai potensi sebagai kata. Untuk membentuk kata, morfem ini harus digabung
dengan morfem bebas. Menurut Samsuri (1994), morfem terikat tidak pernah di
dalam bahasa yang wajar diucapkan tersendiri. Morfem-morfem ini, selain contoh
yang telah diuraikan pada bagian awal, umpanya: ter-, per-, -i, -an. Di samping
itu ada juga bentuk-bentuk seperti – juang, -gurau, -tawa, yang tidak pernah
juga diucapkan tersendiri, melainkan selalu dengan salah satu imbuhan atau
lebih. Tetapi sebagai morfem terikat, yang berbeda dengan imbuhan, bisa
mengadakan bentukan atau konstruksi dengan morfem terikat yang lain.
3. Proses
Morfologis
Prosese
morfologis menurut Samsuri (1985) adalah cara pembentukan kata-kata dengan
menghubungkan morfem satu dengan morfem yang lain.
Proses morfologis meliputi sebagai berikut :
a. Afiksasi
adalah
penggabungan akar kata atau pokok dengan afiks (Samsuri:1985). Macam-macam
afiks adalah sebagai berikut:
1) Prefiks
(awalan), terdiri atas awalan pe(R)-, me(N)-, te(R)-, di-, be(R)-, dan pe(N)-.
2) Infiks
(sisipan), terdiri dari 3 macam, yaitu -el-, -em-, dan -er-.
3) Sufiks
(akhiran), bahasa Indonesia mendapatkan serapan asing seperti wan, wati, dan
man. Akhiran asli terdiri dari -an, -kan, -i, dan -nya.
4) Konfiks
(imbuhan gabungan senyawa), adalah gabungan afiks yang berupa prefiks (awalan)
dan sufiks (akhiran) yang merupakan satu afiks yang tidak terpisah-pisah.
Mendapat imbuhan pe(R)-an, pe(N)-an, ke-an, dan be(R)-an.
b. Reduplikasi
adalah
proses pengulangan kata dasar baik keseluruhan maupun sebagian. Reduplikasi
dalam bahasa Indonesia dibagi sebagai berikut :
1) Kata
ulang seluruh adalah perulangan bentuk dasar tanpa perubahan fonem dan tidak
dengan proses afiks. Contoh : rumah menjadi rumah-rumah, orang menjadi
orang-orang, dan meja menjadi meja-meja.
2) Kata
ulang sebagian adalah pengulangan sebagian morfem dasar, baik awal maupun
bagian akhir morfem. Contoh : tatangga menjadi tetangga, luluhur menjadi
leluhur, dan luluasa menjadi leluasa.
3) Perulangan dengan perubahan fonem adalah
morfem dasar yang diulang mengalami perubahan fonem. Contoh: gerak menjadi
gerak-gerik, lauk menjadi lauk-pauk, sayur menjadi sayur-mayur, dan balik
menjadi bolak-balik.
4) Perulangan
berimbuhan adalah perulangan bentuk dasar diulang secara keseluruhan dan
mengalami proses pembubuhan afiks. Contoh: main menjadi bermain-main, lihat
menjadi melihat-lihat, dan kuda menjadi kuda-kudaan.
4. Makna Kata
Ulang
Sesuai
dengan fungsi perulangan dalam pembentukan jenis kata, makna struktural kata
ulang menurut Keraf (1978) adalah sebagai berikut.
a. Perulangan
menggunakan makna banyak yang tak tentu. Perhatikan contoh berikut:
1)
Kuda-kuda itu berkejaran di padang rumput.
2) Buku-buku yang dibelikan kemarin telah
dibaca.
b. Pengulangan
mengandung makna bermacam-macam. Contoh:
1) Pohon-pohonan perlu dijaga
kelestariannya. (banyak dan bermacam-macam pohon).
2) Daun-daunan yang
ada di pekarangan sekolah sudah menumpuk. (banyak dan bermacam-macam daun).
3)
Ibu membli sayur-sayuran di pasar. (banyak dan bermacam-macam sayur).
c. Makna
lain yang dapat diturunkan dari suatu kata ulang adalahmenyerupai atau tiruan
dari sesuatu. Contoh:
1) Anak
itu senang bermain kuda-kudaan. (menyerupai atau tiruan kuda).
2) Andi
berteriak kegirangan setelah dibelikan ayam-ayaman. (menyerupai atau
tiruan ayam).
d. Mengandung
makna agak atau melemahkan arti. Contoh :
1)
Perilakunya kebarat-baratan sehingga
tidak disenangi oleh teman-temannya.
2) Sifatnya
masih kekanak-kanakan.
e. Menyatakan
makna intensitas. Makna intensitas terdiri dari:
1) Intensitas
Kualitatif, contohnya:
a) Ia mondar-mandir saja
Pukullah kuat-kuat.
b) Anak
itu belajar sebaik-baiknya.
2) Intensitas
kuantitatif, contohnya:
a) Kuda-kuda itu
berlari kencang.
b) Anak-anak bermain
bola di pekarangan rumah.
3) Intensitas
frekuantif, contohnya:
a) Ia menggeleng-gelengkan kepala.
b) sejak
tadi.
f. Perulangan
pada kata kerja mengandung makna saling atau pekerjaan yang
berbalasan.Contoh :
1) Kita
harus tolong-menolong.
2) Saat
pertama kali bertemu mereka bersalam-salaman.
g. Perulangan
pada kata bilangan mengandung makna kolektif. Contoh :
1) Anak-anak berbaris dua-dua sebelum
masuk kelas.
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Ruang lingkup sistem kebahasaan yang mengikat setiap bahasa
relatif sama yaitu meliputi sistem fonologi (tata bunyi), morfologi
(pembentukan kata), sintaksis (pembentukan kalmat). Fonologi merupakan
bidang linguistik yang mempelajari, menganalisis, dan membicarakan runtunan
bunyi-bunyi bahasa. Menurut hierarki
satuan bunyi yang menjadi objek studinya, fonologi dibedakan menjadi fonetik
dan fonemik.
Morfologi mempelajari dan menganalisis struktur, bentuk,
klasifikasi kata-kata. Dalam kajian morfologi
dikenal istilah morferm yang didalamnya terdapat jenis dan klasfikasi dari
morferm itu sendiri.
Sintaksis adalah tata bahasa yang membahas hubungan antarkata
dalam tuturan. Tuturan dalam hal ini menyangkut apa yang dituturkan orang dalam
bentuk kalimat atau wacana. Unsur bahasa yang termasuk di dalam sintaksis
adalah kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana.
B. SARAN
Sebagai
seorang mahasiswa calon guru, pemahaman struktur fonologi dan morfologi Bahasa
Indonesia perlu diperluas, karena selain dapat menjadi bekal dalam pemakaian
Bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari juaga dapat
bermanfaat dalam pembinaan kemampuan berbahasa siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Akhadiana
M.K, Sabarti dkk. 1992. Bahasa Indonesia
1. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan.
Faisal,
M., .Kajian
Bahasa Indonesia di SD. Jakarta : Balai Pustaka.
Hasan
Alwi dkk. 2003. Tata Bahasa Baku bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
[online] http://id.wikipedia.org/fonologi/bahasa_indonesia. (diunduh pada tanggal 15
september 2012)
[online] http://esteemje.blogspot.com/2007/12/fonem-bahasa-indonesia-html. (diunduh pada tanggal 15
september 2012)
[online] http://mallcom.wordpress.com/2007/08/01/belajar_fonologi_indonesia. (diunduh pada tanggal 15
september 2012)
[online] http://aristhaserenade.blogspot.com/2011/01/fonologi-morfologi-dan-sintaksis-bahasa.html.
(diunduh
pada tanggal 15 september 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar