DUNIA PGSD

DUNIA PGSD

Jumat, 09 September 2016

Analisis Kesalahan Berbahasa



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Bahasa adalah suatu alat yang digunakan untuk mengungkapkan perasaan, pikiran dan kemauan kita kepada orang lain. Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi baik dalam bentuk lisan maupan tulisan. Dalam bentuk tulisan, bahasa dilambangkan dengan lambang-lambang yang disebut dengan huruf yang secara sengaja diciptakan untuk membantu mempermudah manusia mengkomunkasikan apa ingin disampaikan kepada orang lain. Sedangkan dalam bentuk lisan berupa bunyi yang diutarakan dalam bentuk kata dan kalimat padu sehingga dapat diterima oleh pendengar.
“Pergunakanlah bahasa Indonesia yang baik dan benar!” Ungkapan itu sudah klise sebab kita sudah sering mendengar ataupun membacanya, bahkan membicarakan dan menuliskan ungkapan tersebut. Akibatnya, kita dapat bertanya “Apakah penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar belum dicapai saat ini? Apakah penggunaan bahasa Indonesia saat ini belum baik dan benar?”
Analisis kesalahan berbahasa adalah salah satu cara untuk menjawab pertanyaan tersebut. Melalui analisis kesalahan berbahasa, kita dapat menjelaskan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dan mengetahui faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya kesalahan dalam berbahasa. Bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa Indonesia yang memenuhi faktor-faktor komunikasi. Adapun bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa Indonesia yang memenuhi kaidah-akidah (tata bahasa) dalam kebahasaan. Dalam makalah ini akan dipaparkan kesalahan berbahasa dalam tataran fonologi, morfologi, semantik dan sintaksis.



B.     Rumusan Masalah
1. Apakah faktor-faktor peyebab kesalahan berbahasa?
2. Bagaimana taksinomi kesalahan berbahasa?
3. Bagaimana kesalahan berbahasa dalam tataran fonologi?
4. Bagaimana kesalahan berbahasa dalam tataran morfologi?
5. Bagaimana kesalahan berbahasa dalam tataran semantik?
6. Bagaimana kesalahan berbahasa dalam tataran sintaksis?

C.    Tujuan
1.   Mengetahui faktor-faktor peyebab kesalahan berbahasa.
2.   Menjelaskan taksinomi kesalahan berbahasa.
3.   Menjelaskan kesalahan berbahasa dalam tataran fonologi.
4.   Menjelaskan kesalahan berbahasa dalam tataran morfologi.
5.   Menjelsakan kesalahan berbahasa dalam tataran semantik.
6.   Menjelaskan kesalahan berbahasa dalam tataran sintaksis.
















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Faktor-Faktor Penyebab Kesalahan Berbahasa
Dalam proses berkomunikasi perlu menggunakan bentuk kata dan pelafalan yang tepat. Namun, pada realitanya banyak sekalai terjadi kesalahan berbahasa. Khususnya dalam kegiatan belajar mengajar yang seharusnya menjadi suatu bentuk media dalam pengembangan bahasa yang baik dan benar justru menjadi tempat yang memiliki tingkat kesalahan berbahasa yang tinggi dan yang lebih parah yakni sampai “salah kaprah”. Dalam kegiatan belajar mengajar terdapat lima faktor penyebab kesalahan berbahasa (Tarigan,1997) yakni:
1.      kurikulum,
2.      guru,
3.      pemilihan bahan ajar,
4.      pendekatan,
5.      pengajaran bahasa yang kurang tepat.
B.     Taksonomi Kesalahan Berbahasa
Burt, Dulay, maupun Krashen (1982) membedakan wilayah (taksonomi) kesalahan berbahasa menjadi kesalahan atau kekhilafan:
1. taksonomi kategori linguistik;
2. taksonomi kategori strategi performasi;
3. taksonomi kategori komparatif;
4. taksonomi kategori efek komunikasi.

Taksonomi kategori linguistik membedakan kesalahan berdasarkan komponen bahasa dan konsisten bahasa. Berdasarkan komponen bahasa, wilayah kesalahan dibedakan menjadi:
1. kesalahan tataran fonologi,
2. kesalahan tataran morfologi,
3. kesalahan tataran sintakis dan semantik.
Dalam kategori strategi performasi, tataran kesalahan bahasa dapat dibedakan menjadi 4 (empat) kesalahan. Berikut adalah keempat kesalahan kategori strategi performasi:
1. Penanggalan (omission), penutur bahasa menanggalkan satu atau lebih unsur-unsur bahasa yang diperlukan dalam suatu frase atau kalimat. Akibatnya terjadi penyimpangan konstruksi frase atau kalimat.
2. Penambahan (addition), penutur bahasa menambahkan satu atau lebih unsur-unsur bahasa yang tidak diperlukan dalam suatu frase atau kalimat. Akibatnya terjadi penyimpangan konstruksi frase atau kalimat.
3.  Kesalahbentukan (misformation), penutur membentuk suatu frase atau kalimat yang tidak sesuai kaidah bahasa itu. Akibatnya konstruksi frase atau kalimat menjadi salah (penyimpangan) kaidah bahasa.
4.  Kesalahurutan (misordering), penutur menyusun atau mengurutkan unsur-unsur bahasa dalam suatu konstruksi frase atau kalimat di luar kaidah bahasa itu. Akibatnya frase atau kalimat itu menyimpang dari kaidah bahasa.
Berdasarkan taksonomi komparatif, kesalahan dibedakan menjadi empat tataran kesalahan. Berikut adalah keempat jenis kesalahan berdasarkan taksonomi komparatif.
1. Kesalahan interlingual disebut juga kesalahan interferensi, yakni: kesalahan yang bersumber (akibat) dari pengaruh bahasa pertama (B1) terhadap bahasa kedua (B2).
                        2.   Kesalahan intralingual adalah kesalahan akibat perkembangan.
3.   Kesalahan ambigu adalah kesalahan berbahasa yang merefleksikan kesalahan interlingual dan intralingual.
4. Kesalahan unik adalah kesalahan bahasa yang tidak dapat dideskripsikan berdasarkan tataran kesalahan interlingual dan intralingual.
Berdasarkan kategori efek komunikasi, kesalahan bahasa dapat
dibedakan menjadi dua, yakni:
1.      kesalahan lokal adalah kesalahan konstruksi kalimat yang ditanggalkan (dihilangkan) salah satu unsurnya,
2.      kesalahan global adalah tataran kesalahan bahasa yang menyebabkan seluruh tuturan atau isi yang dipesankan dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulis, menjadi tidak dapat dipahami.
C.    Analisis Kesalahan Berbahasa dalam Bidang Fonologi
Dalam proses berkomunikasi perlu menggunakan bentuk kata dan pelafalan yang tepat. Sehingga, kita harus mengerti apa itu fonologi? Fonologi merupakan salah satu cabang dalam ilmu bahasa yang membahas bunyi bahasa yang digunakan dalam proses berkomunikasi. Tarigan dan Suliastianingsih (1998) mengemukakan bahwa kesalahan berbahasa dalam bidang fonologi meliputi perubahan pengucapan fonem, penghilangan fonem, penambahan fonem, perubahan bunyi diftong menjadi bunyi tunggal dan pemenggalan kata.
Kesalahan-kesalahan berbahasa dalam bidang fonologi tersebut antara lain sebagai berikut:
1.      Perubahan pengucapan fonem
contoh:
Pelafalan fonem /e/ diubah menjadi /E/
Kata-kata yang berfonem /e/ (e = enam) seperti senter, lafal bakunya /sEnter/ (E=ekor) Namun, karena faktor pengaruh bahasa daerah (Bugis) yang “biasa” menyebut kata /sEntErE/, maka kata senter dilafalkan /sEntEr/. Contoh kata lain: kalender, meter, liter.
2.      Penghilangan fonem
contoh:
Fonem /h/ dihilangkan / /Fonem /h/ pada kata hilang seharusnya dilafalkan /h/ atau tidak dihilangkan. Penghilangan pelafalan /h/ seperti pada kata hilang. Contoh lain:hijau, pahit, tahu, haus dan hembus.
3.      Penamabahan fonem
contoh:
Penambahan fonem /h/ pada awal atau akhir kata. Pelafalan kata gaji, biji dan andal seharusnya tidak ditambah /h/. Penambahan pelafalan /h/ seperti pada kata gaji, biji dan andal, di depan atau pada akhir kata, biasa pula dijumpai dalam proses komunikasi situasi resmi. Contoh lain: alangan, imbau, silakan.
4.      Perubahan bunyi diftong menjadi bunyi tunggal
contoh:
Kata kalau diucapkan kalo menunjukkan bahwa kesalahan berbahasa itu disebabkan bunyi diftong /au/ diucapkan sebagai /o/.
5.      Pemenggalan kata
contoh:
                                                Salah               Seharusnya
ma-ndi             man-di
so-mbong        som-bong
swa-sta            swas-ta
ca-plok            cap-lok
A-pril               Ap-ril
D.    Analisis Kesalahan Morfologi
Badudu (1976:15) mengemukakan bahwa “morfologi adalah ilmu bahasa yang mebicarakan morfem dan bagaimana morfem itu dibentuk menjadi sebuah kata”. Morfem terbagi atas tiga macam, yakni morfem bebas, morfem terikat, dan  morfem unik. Kaitannya dengan keperluan analisis kesalahan berbahasa dalam bidang morfologi, menurut Badudu (1982) dan Tarigan dan Sulistyaningsih (1979) terbagi atas tiga kelompok: (a) kesalahan afiksasi, (b) kesalahan reduplikasi, (c)   kesalahan pemajemukan.
1.      Kesalahan bidang afiksasi.
Kesalahan berbahasa dalam bidang afiksasi antara lain :
a.        Afiks yang luluh, tidak diluluhkan
Kaidah afiksasi awalan meN- manakala memasuki kata dasar yang dimulai huruf t, s, k, p harus luluh menjadi men-, meny-, meng-, dan mem-. Misalnya: mentabrak, mempahat, dan mempabrik.
b.      Afiks yang tidak luluh, diluluhkan
Afiks meN- memasuki kata dasar yang dimulai huruf kluster seperti transmigrasi dan prosentase tidak luluh. Misalnya : mentrasmigrasikan dan memprosentasekan.
c.       Morf men- disingkat n
Narik merupakan contoh kata dasar nonbaku yang muncul dari pengaruh kesalahan afiksasi, dari kata tarik lalu mendapat awalan meN-, menjadi kata menarik.
d. Morf meny- disingkat ny
Nyampakan, bukanlah kata dasar yang baku, karena muncul dari pengaruh kesalahan afiksasi dari kata sampai mendapat awalan meN-, menjadi kata berimbuhan menyampaikan. Selanjutnya, dalam proses berkomunikasi hanya meng-gunakan nyampai atau nyampaikan padahal seharusnya menyampaikan.
e.       Morf meng disingkat ng
Ngoreksi, bukanlah kata berimbuhan baku, karena muncul dari pengaruh kesalahan afiksasi alomorf meng-, dari kata koreksi lalu dimasuki awalan meN-, menjadi kata berimbuhan mengoreksi. Selanjutnya, dalam proses berkomunikasi hanya menggunakan ngoreksi padahal seharusnya mengoreksi.

f.        Morf menge- disingkat nge-
Ngebom, bukan kata dasar baku, karena muncul sebagai akibat kesalahan afiksasi alomorf menge-, dari kata dasar bom lalu dimasuki awalan meN-, menjadilah kata berimbuhan mengebom. Selanjutnya, dalam proses berkomunikasi masyarakat hanya menggunakan ngebom padahal seharusnya mengebom.
2.      Kesalahan Morfologis Segi Reduplikasi
Salah satu betuk kesalahan morfologis dalam segi redukplikasi adalah perulangan bentuk dasar , misalnya ngarang-mengarang. Bentuk perulangan tersebut berdasar dari kata asal karang lalu mendapat awalan meN- menjadilah mengarang. Selanjutnya, kata dasar mengarang mengalami proses reduplikasi ngarang- mengarang, yang semestinya karang-mengarang.
3.      Kesalahan Morfologis Segi Proses Pemajemukan
a.       Kata majemuk yang seharusnya disatukan tetapi dipisahkan
Kata majemuk yang ditulis terpisah seperti pasca panen, ekstra kurikler, adalah kata majemuk yang nonbaku. Kata tersebut semestinya ditulis serangkai seperti pascapanen dan ekstrakurikuer. Karena kata-kata: pasca, ektra, antar , infra, intra, anti, panca, dasa, anti, pra, proto, mikro, maha, psiko, ultra, supra, para, dan sebagainya adalah kata-kata yang harus ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
b.      Kata majemuk yang seharusnya dipisahkan tetapi disatukan
Kata majemuk yang ditulis serangkai seperti ibukota, anakasuh, kepalakantor, butahuruf, hakcipta, jurumasak adalah contoh kata majemuk yang semestinya ditulis terpisah seperti ibu kota, anak asuh, kepala kantor, buta huruf, hak cipta, juru masak. Karena, kedua kata tersebut masing-masing adalah kata dasar yang tergolong morfem bebas.

E.     Analisis Kesalahan Sintaksis
Tarigan dan Sulistyaningsih (1979) danSemi (1990) mengemukakan bahwa kesalahan berbahasa dalam bidang sintaksis meliputi: kesalahan frasa, kesalahan klausa, dan kesalahan kalimat. Adapun rincian kesalahan setiap aspek tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Kesalahan bidang frasa
a.  Pengunaan kata depan tidak tepat
Beberapa frasa preposisional yang tidak tepat karena mengunakan kata depan yang tidak sesuai. Hal ini pengaruh dari bahasa sastra atau bahasa media masa, misalnya:
di masa                        seharusnya       pada masa itu
di waktu itu                  seharusnya       pada waktu itu
b.   Penyusunan frasa yang salah struktur
Sejumlah frasa kerja yang salah karena strukturnya yang tidak tepat karena kata keterangan atau modalitas terdapat sesudah kata kerja. Misalnya:
belajar sudah  seharusnya       sudah belajar
c.    Penambahan yang terdapat dalam frasa benda (B+S)
Frasa benda yang mempunyai struktur kata benda + kata sifat tidak memiliki perantara kata penghubung yang. Misalnya:
petani yang muda        seharusnya       petani muda
polisi  yang hebat        seharusnya       polisi hebat

d.   Penambahan kata dari atau yang dalam Frasa Benda (B+B)
Frasa benda yang  memiliki struktur kata benda + kata benda, tidak diperantarai kata penghubung yang atau dari, karena tanpa kata dari sudah menunjukkan asal. Contoh:
gadis dari Bali seharusnya       gadis Bali
pisang dari Ambon      seharusnya       pisang Ambon
e.    Penambahan kata kepunyaan dalam Frasa Benda (B+Pr)
Frasa benda yang mempunyai struktur kata benda + kata pronomina tidak diperantarai kata penghubung milik atau kepunyaan, karena tanpa kata itu sudah menunjukkan kepunyan posesif. Misalnya:
Destar kepunyaan ibu seharusnya       destar - ibu
Golok milik Rio           seharusnya       golok - Rio
f.    Penambahana kata untuk dalam frasa Kerja
(K pasif + K lain)
            Frasa kerja yang mempunyai struktur kata kerja pasif + kata kerja aktif tidak diantarai kata seperti untuk supaya makna yang ditunjuk tampak jelas. Misalnya:
dituduh untuk membunuh seharusnya dituduh membunuh
g.   Penghilangan kata yang dalam Frasa Benda (Benda+yang+K pasif)
Frasa benda yang mempunyai struktur kata benda + kata kerja pasif memerlukan kata yang untuk memperjelas makna frase tersebut. Misalnya :
Taman kucinta   seharusnya    taman yang kucinta


h.   Penghilangan kata oleh dalam Frasa Kerja Pasif (K pasif+oleh+B)
Frasa yang berstruktur dimulai dari kata kerja pasif + kata benda seharusnya tidak dihilangkan kata oleh atau perlu ada kata oleh diantaranya untuk memperjelas makna pasif frase tersebut. Misalnya :
diminta ibu                  seharusnya       diminta oleh ibu
dinasihati kakak          seharusnya       dinasihati oleh kakak
i.     Penghilangan kata yang dalam frasa Sifat
(yang +paling +sifat)
Frasa sifat yang dimulai kata paling, seharusnya diawali kata yang.  Misalnya: 
paling besar    seharusnya       yang paling besar
paling tinggi    seharusnya       yang paling tinggi

2. Kesalahan bidang klausa
a. Penambahan preposisi di antara kata kerja dan objeknya dalam klausa aktif
Dalam klausa aktif seharusnya antara kata kerja dan objeknya tidak diperantarai modalitas atau kata keterangan tertentu. Misalnya:
Rakyat mencintai akan pimpinan yang jujur.
seharusnya
Rakyat mencintai pimpinan yang jujur.
b.         Penambahan kata kerja bantu dalam klausa ekuasional
Dalam klausa ekuaional atau nominal, kata kerja bantu adalah tidak perlu ada di antara subjek dan predikat Misalnya:
Nenekku adalah dukun. seharusnya  Nenekku dukun.
c.          Pemisahan pelaku dan kata kerja dalam klausa aktif
Dalam klausa aktif, kata modalitas semestinya tidak ada di antara subjek dan predikat. Misalnya:
Saya akan membeli rumah itu. seharusnya Akan saya beli rumah itu.

d.      Penghilangan kata oleh dalam klausa pasif
Klausa pasif adalah klausa yang salah satu ciri-cirinya adalah menggunakan kata oleh.. Misalnya:
Roman Tenggelamnya Kapal Tanpomas dibaca Rina.   
seharusnya
Roman Tenggelamnya Kapal Tanpo Mas dibaca oleh Rina.
e.       Penghilangan kata kerja dalam klausa intranstif
Klausa intransitif, yakni klausa yang predikatnya dari kata kerja intransitif. Namun kata kerja tersebut tidak masukkan dalam kalimat, misalnya /Ibu ke Makassar/. Klausa intranstif tersebut tidak jelas predikatnya; klausa tersebut bukan tergolong klausa yang benar. Oleh karena  itu, klausa itu perlu diperbaiki menjadi Ibu pergi ke Makassar.

3. Bidang kalimat
a. Penyusunan kalimat yang terpengaruh pada struktur bahasa daerah
Berbahasa Indonesia dalam situasi resmi kadang-kadang tidak disadari menerapkan struktur bahasa daerah. Seperti: Amin pergi kerumahnya Rudy. Diperbaiki menjadi: Amin pergi ke rumah Rudy.
b.      Kalimat yang tidak bersubjek karena terdapat preposisi di awal
Dalam situasi resmi, terkadang kita menggunakan kalimat yang tidak bersubjek karena adanya kata penghubung seperti dalam, pada, untuk, kepada diletakkan di awal kalimat.

Sehingga, kalimat tersebut menjadi tidak bersubjek. Misalnya: Dalam pertemuan itu membahas berbagai persoalan. seharusnya Pertemuan itu membahas berbagai persoalan.
c.       Penggunaan subjek yang berlebihan
Biasa kita mendengar kalimat Choco membeli ikan ketika Choco akan makan malam. Kalimat tersebut menggunakan dua subjek yang sama. Semestinya subjek kedua dihilangkan dan hal itu tidak mempengaruhi makna kalimat. Kalimat tersebut dapat diperbaiki menjadi Choco membeli ikan ketika akan makan malam.
d.      Penggunan kata penghubung secara ganda pada kalimat majemuk
Dalam kalimat majemuk setara berlawanan, kadang-kadang ada yang menggunakan dua kata penghubung sekaligus. Penggunaan kata penghubung yang ganda dalam suatu kalimat perlu dihindari. Semestinya hanya satu kata penghubung. Misalnya: Meskipun sedang sakit kepala, namun Alimuddin tetap pergi ke sekolah. seharusnya Meskipun sedang sakit kepala, Alimuddin tetap pergi ke sekolah.
e.       Penggunaan kalimat yang tidak logis
Buku itu membahas peningkatan mutu pendidkan di Sekolah Dasar. Kalimat tersebut tidak logis karena tidak mungkin buku mempunyai kemampuan membahas peningkatan mutu pendidikan SD. Oleh karena itu, kalimat tersebut perlu diperbaiki menjadi Dalam buku itu dibahas tentang peningkatan mutu pendidikan di Sekolah Dasar.
f.       Pengunaan kata penghubung berpasangan secara tidak tepat
Kata penghubung berpasangan yang berfungsi menafikan suatu hal terdiri atas bukan berpasangan melainkan untuk menafikkan ”benda” dan kata penghubung bukan berpasangan tetapi untuk menafikkan ”peristiwa atau kerja”. Misalnya: Dia bukan perampok tetapi pengemis. seharusnya Dia bukan perampok melainkan pengemis.
g.      Penyusunan kalimat yang terpengaruh pada struktur bahasa asing
Kata di mana, yang mana, dengan siapa, adalah kata-kata yang lazim digunakan dalam membuat kalimat tanya. Kata-kata tersebut bila digunakan di tengah kalimat yang fungsinya bukan menanyakan sesuatu merupakan pengaruh bahasa asing. Misalnya: Rumah di mana dia bermalam dekat dari pasar. seharusnya Rumah tempat dia bermalam dekat dari pasar.
h.      Penggunaan kalimat yang tidak padu
Kalimat yang digunakan kadang-kadang kurang padu karena kesalahan struktur kata yang kurang tepat sehingga maknanya agak kabur. Misalnya: Yang menjadi sebab rusaknya hutan adalah perladangan liar. seharusnya Penyebab rusaknya hutan adalah perladangan liar.
i.        Penyusunan kalimat yang mubazir
Kalimat yang mubazir biasanya disebabkan penggunaan kata-kata yang berulang secara berlebihan, penggunaan dua kata yang relatif sama maknanya. Misalnya: Dalam konsep pedidikan yang disusunnya banyak terdapatberbagai kesalahan. seharusnya Dalam konsep pendidikan yang disusunnya terdapat banyak kesalahan.

F.     Analisis Kesalahan Semantik
Semantik adalah salah satu cabang ilmu bahasa yang menyelidiki seluk beluk makna suatu kata dan perkembangan maknanya secara berkesinambungan.  Badudu (1982) Tarigan dan Sulistyaningsih (1979) mengemukakan kesalahan berbahasa yang mungkin terjadi di bidang semantik, adalah seperti berikut:
1.      Adanya penerapan gejala hiperkoret
Gejala hiperkoret adalah suatu bentuk yang sudah betul lalu dibetul-betulkan ahli, akhirnya menjadi salah.
a.  /sy/ diganti dengan /s/ atau sebaliknya
Syarat dijadikan sarat ’ atau sebaliknya, padahal kedua kata itu masing-masing mempunyai arti yang berbeda. Syarat‘ketentuan/aturan’ sarat penuh’. Contoh dalam kalimat:
1)      Kita harus mengikuti syarat itu.
2)      Perahu itu sarat muatan.
Syah dijadikan sah atau sebaliknya, padahal kedua kata tersebut masing-masing mempunyai makna yang berbeda. Syah ‘raja’sedangkan sah ’sesuai dengan aturan’. Jadi, tak dapat dipertukarkan penggunaannya. Contoh:
1)      Tahun depan akan dinobatkan sebagai Syah      Iran.
                                                2) Belum sah sebagai mahasiswa S1.
b. /E/ diganti /e/
Kata dekan diganti menjadi dEkan, padahal kedua kata itu berbeda maknanya, dEkan ‘pimpinan fakultas’, sedang dekan ‘ulat’. Contoh:
1) Adikku menjadi dEkan FIP UNM.
2) Pepaya itu banyak dekannya.
2.  Gejala pleonasme
Yang dimaksudkan gejalan pleonasme adalah suatu penggunaan unsur-unsur bahasa secara berlebihan, Misalnya:
Lukisanmu sangat indah sekali. Seharusnya: Lukisanmu sangat indah atau indah sekali.


























BAB III
PENUTUP


A.    Simpulan
Kesalahan dalam berbahasa dapat terjadi dalam 4 tataran yang berbeda, di antaranya dalam tataran fonologi, morfologi, semantik, dan sintaksis. Dan masing-masing memiliki spesifikasi kesalahan yang berbeda-beda.

B.     Saran
Sebagai seorang warganegara yang baik, sebaiknya kita menggunakan bahasa yang baik dan benar dalam kehidupan kita sehari-hari sesuai dengan tatanan bahasa yang telah disepakati bersama.
















DAFTAR PUSTAKA

            Chaer, Abdul. 2007. Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta : Bineka Cipta
            Chaer, Abdul. 2009. Gramatika Bahasa Indonesia. Jakarta : Bineka Cipta
            Chaer, Abdul. 1993. Linguistik Umum. Jakarta : Bineka Cipta
            Indihadi, Dian. Analisis Kesalahan Berbahasa.2009. Bandung : Direktori Universitas Pendidikan Indonesia
            M.Faisal, dkk. 2009. Kajian Bahasa Indonesia SD 3 SKS. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
            Muslich, Masnur. 2007. Tata Bentuk Bahasa Indonesia Kajian ke Arah Tata Bahasa. Malang : Bumi Angkara


           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar